Jayapura, Papua Terbit,-Regulasi lingkungan Peraturan Daerah (Perda)di nilai mandul, sejumlah pegiat lingkungan di Jayapura berkumpul dan membahas moment Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April. Disini Koalisi Pegiat Lingkungan Jayapura mempertanyakan sejumlah regulasi yang sudah dihasilkan namun terasa minim dampak. Tak banyak pengawasan yang dilakukan sehingga terkesan regulasi hanya menjadi sebuah catatan aturan yang minim penegakan.
"Kami ingin mengkritisi sejumlah regulasi di Kota Jayapura baik perda maupun perwal yang seperti tidak memberi pengaruh terhadap kebiasaan masyarakat untuk patuh. Masyarakat belum tertib dengan berbagai aturan. Tapi bisa juga karena tidak paham jika aturan itu ada," kata Rina Djafar dari Papua Oceans disela-sela diskusi di Sekretariat Rumah Bakau Jayapura, Sabtu (19/4).
Ia menyebut bahwa aturan yang dihasilkan isinya mirip-mirip sehingga dirasa tidak efektif. Yang terbaru adalah surat edaran nomor 660/0723 tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Jayapura. Namun surat edaran ini kata Rina tidak memiliki sanksi apa-apa sehingga lebih mirip imbauan dan bukan menjadi keharusan. "Karena sifatnya hanya edaran jadi konsekwensinya juga tidak ada. Harusnya bisa sekalian dipertegas," sindir Rina.
Senada disampaikan Gamel dari Rumah Bakau Jayapura dimana menurutnya ada beberapa regulasi terkait lingkungan yang sudah diketok sejak tahun 2014 hingga 2023 tercatat ada 3 perda, 2 perwal, 1 instruksi walikota dan 2 surat edaran terkait lingkungan yang bisa diakses.
"Tapi sekali lagi, kami pertanyakan apa kabar Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang berlaku sejak 2015 lalu. Kemudian terkait kantong belanja berbayar. Ini juga belum sepenuhnya diterapkan, masih banyak ritel atau toko yang menyiapkan plastik padahal sudah berjalan beberapa tahun. Apakah ada evaluasi sebab kalau mau jujur tidak semua peraturan daerah ini tersosialisasi secara masive sehingga jangan heran hasilnya masih jauh dari harapan," tanya Gamel.
Gamel juga berharap semangat dari pemimpin baru di Kota Jayapura terkait lingkungan bisa benar-benar diterjemahkan hingga ke tingkat OPD atau dinas. "Saya membayangkan ada X Banner atau Standing Banner yang dipajang di depan pintu masuk dinas-dinas yang isinya tentang pesan lingkungan. Misal bahaya plastik sekali pakai atau tentang perlindungan Cenderawasih, jadi pemerintah jangan hanya kencang di X - Banner untuk bayar pajak saja, minta masyarakat tertib membayar pajak tapi bagaimana berfikir lebih kreatif dengan menggandeng atau menempelkan isu lingkungan," saran Gamel.
Dikatakan moment hari bumi yang diperingati 22 April sepatutnya menjadi waktu yang tepat untuk merefleksi dan memperbaiki. Kalimat memperbaiki patut disandingkan mengingat sudah banyak perubahan atas tata letak permukaan bumi. Banyak yang dulu terjaga kini entah kemana. Disini juga terungkap soal bagaimana pemerintah menggelar festival sampah. Sebuah festival yang mengakomodir semangat kepedulian atau keberlanjutan terkait lingkungan.
"Coba buat festival sampah yang memanfaatkan limbah sehingga warga yang menyaksikan bisa tergerak untuk meniru. Sampah tak lagi sekedar benda tak berharga dan menjadi masalah bagi lingkungan tapi memiliki nilai lebih," tambah Kristin dari Rumah Bakau Jayapura. Ini nantinya bisa dikemas dengan pemberian penghargaan kepada para local heroes atau pejuang lingkungan versi lokal yang memiliki komitmen terhadap lingkungan.
"Jangan setiap tahun hanya melahirkan duta tapi setelah itu hilang, tidak banyak yang dilakukan, jadi pemerintah ikut mendorong lahirnya local heroes ini," sarannya. Usulan lain yang disampaikan para pemuda dan mahasiswa adalah pemanfaatan sampah yang bisa di recycle. Semisal sampah botol yang banyak berceceran di Jembatan Yotefa. Sampah ini bisa diolah menjadi gelas seperti yang sudah dilakukan beberapa pegiat lingkungan sehingga sampah yang membahayakan justru bisa dimanfaatkan sebagai gelas.
"Yang kami butuhkan hanyalah regulasi jadi gelas yang dihasilkan itu wajib digunakan oleh cafe-cafe atau restoran yang ada di Jayapura. Dari regulasi itu mendorong usaha kerajinan yang nantinya memiliki nilai ekonomi," tambah Gamel. "Dan masih ada soal lain terkait sampah plastik yang terus menerus menggempur Teluk Yotefa dan seperti tak habis-habisnya," imbuhnya.
Usulan lain adalah pemerintah menyiapkan bak sampah yang khusus food waste atau sampah makanan. Ini agar warga yang mencari makanan untuk pakan ternak tidak harus membongkar dan akhirnya menyulitkan petugas kebersihan untuk kembali mengumpulkan.
"Jadi ada bak kecil yang memang untuk makanan sisa dan masyarakat pemilik sampah sudah memisah dari rumah sehingga tidak harus dibuat berantakan dan menyulitkan petugas. Ini juga bisa menjadi kebiasaan baru. Memilah dari rumah yang seharusnya sudah dilakukan selama ini," kata Evan, salah satu mahasiswa Yapis.
Ia juga menyinggung agar DPR ikut mengoreksi berbagai macam aturan daerah yang dirasa tak lagi relevan. "Dikoreksi sama - sama sebab kami membutuhkan ketegasan dan bukan lagi sebatas imbauan imbauan. Sudah bukan waktunya memberikan imbauan tapi terapkan konsekwensi dan ketegasan," tutupnya.(Redaksi)
0 Komentar